Kamis, 15 Oktober 2009

kumpulan puisi


Kisah Sebuah Hati

Ketika sebongkah es membungkus jantung
Sebutir bintang memancarkan sinar
Mengalirkan panas
Mencairkan hati yang sekian lama beku
Menghidupkan jiwa yang sekian lama mati

Nyala bintang semakin terang
Pintu hati tlah dibuka
Ajak bintang menari di angkasa
Awan langitpun terusir
Kilau hati dan bintang kian mempesona

Tibalah kini di ujung pagi
Bintangpun harus pergi
meninggalkan hati
Haruskah hati mati dan membeku lagi .........


WAHAI

hai ... apa kabar?
itu yang sering kusapakan
pada matahari ketika datang

hai... hari ini kabarmu bagaimana?
kuucap di menjelang senja

hai... kamu kemana saja?
kemanapun kamu melangkah
sungguh!
aku peduli

hai...
cuma basa basi

hai...
aku peduli

hai...
kenapa kau tidak?

cikini-depok

SAYAP-SAYAP PATAH

seperti sayap-sayap yang patah
di keheningan sebuah senja
lalu sayap-sayap meninggalkan peraduan
bersama menutup malam
ada sayap yang benar-benar patah
dibalik terali

Rubon (Rumah Kebon) Pak Arman

menyusuri tepi danau
aku seakan sampai pada keheningan
di antara hutan beton dan akasia
terhampar tanpa batas

sedikit berjalan,
kebon kacang dan singkong
lidah buaya menjulur-julur
jangkrik dan beberapa ayam hutan menyambung hidup

rumahnya menyendiri
cat putih, bersih dan elegan
kokoh tapi sederhana
berdiri mengangkangi sungai tanpa tepi

aku datang lagi
tanpa kemewahan dan keangkuhan
segelas teh, sepiring singkong rebus
ia hanya ingin sisa umurnya
seperti elang yang hinggap tadi pagi

kemudian dinginnya malam
menggelitik ingatanku
ada rasa yang sederhana
dan apa adanya

BONEKA

diantara gemulai gadis ber-rok mini
dan insyafku wanitaku
terbungkus dan sederhana

demo tak juga bubar
lukisan yang tak pernah selesai
kata-kata yang tak terkatakan
dan gerak terbaca bila sadar
wanitaku...

wanitaku bonekaku
teman mengentas sarapan pagi
menghantar sepi merambat dalam mimpi
seperti itik pulang senja

wanitaku.. aku bonekamu
membuka dan mendengar telingaku
tanpa sadar aku muak dan hilang
diri...

ahh....
aku ereksi disini
aku ejakulasi hati

wanitaku...
aaa...

aku tanpamu tanya

DI MANAKAH RINDU ?

Sejalan waktu yang kian lalu..
kugapai rindu,
kutunggu selalu… email yang kau janji dulu..
kadang kuharus berebut dengan sang waktu…
tatkala rindu tak terbendung; modemku juga enggan berkompromi
dengan diriku…
dimanakah dirimu..??
kugapai sepi … kunikmati dingin ini sendiri… bersama seonggok rindu
yang menghiburku dengan mimpi..
dimanakah kamu?
Komputer kasihku hiburkan diriku..lumatkan sepi ini dengan game..
kala rindu menggapai kugadaikan dia pada sang waktu..
modemku memberi sinyal tanda sudah tersambung; sayang… dirimu tak kunjung hadir .
pudar mapat jera… beralas kaki berselimut dingin..
beralas rindu…
diriku kering… diatas rindu yang membalutku..
dan bergelut dengan mimpi…
memberiku lebih berarti..
dimanakah dirimu kini…?
yang kutahu… teknologi telah mematahkan semangat merayakan tubuh
tapi menghantarkan roh-roh rindu lewat modem..
aku bahkan tak peduli engkau dimana…
yang penting memberiku segenggam air dan secangkir rindu
kureguk hening kumampatkan sepi…. Kunikmati lagi sang rindu…
memberi bara pada cinta kita..
engkau di antartika, diriku di katulistiwa…itu tak berarti kini..
asal modem dan komputerku menemaniku di sini bersama sang rindu..
dimanakah dirimu?
Aku tak peduli.
Dimanakah rindu?
Itu yang harus ada, agar cinta tetap terjaga



Puisi hujan dan kamu


tik!tik!tik!
air hujan belum juga berhenti menjatuhi tubuhku dengan jarum-jarumnya
yang bening. basah. dingin.
dan bulir-bulirnya mengalir di seluruh sudut mukaku.
tiba-tiba aku jadi ingat kamu. yang tak pernah berhenti menghujaniku
dengan ciuman kecilmu. hangat. indah.

ciplak!ciplak!
sepasang kaki kecil berlari di depanku. tanpa disengaja air percikannya mengotori separuh gaunku.
gaun putihku.
sama putihnya dengan rasa rindu yang ada di hatiku saat ini.
aku jadi ingat kamu lagi. yang tak pernah puas memercikkan rindu-rindu
di dalam jiwaku. manis. megah.

hening.
kutelusuri hari-hari ini sendirian. menguak kerumunan tawa di depan mata. membelah kumpulan bahagia sekelompok anak-anak kecil yang berlarian
di tengah hujan. seakan tak ingat pesan ibunda yang melarang dirinya bermain
di bawah siraman air hujan. yang ada cuma tawa riang penuh kemenangan. ada luka di kaki dan tangan. tapi mereka tak acuh, tak pedulikan apa-apa.
ah, aku jadi ingat bekas lukamu di kaki dan tangan. yang bisa membawa cerita untuk dikenang. nanti. suatu saat nanti.

ada tempat berteduh di ujung sana.
setengah berlari aku mendekat.
duduk beralaskan plastik setengah kering. kuambil kertas dan pena
dari saku yang mulai terasa basah.
ah, lagi-lagi aku ingat kamu. dan ingin menulis tentang kamu.
semuanya tentang kamu.


..........karena memang cuma kamu yang ada dalam otakku.



Jumat, 09 Oktober 2009

cerita wisata gua ngerong dan gua akbar

Gua Ngerong Tuban, Wisata Penuh Mitos di rengel

October 6, 2008


Bagi Anda yang suka berwisata, tempat yang satu ini jangan terlewatkan. Gua Ngerong salah satu tempat wisata yang berada di Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban ini selain menawarkan keindahan serta adanya sumbermata air yang keluar dari dalam gua.

Adanya ikan Tawes serta kura-kura raksasa yang menghuni kolam juga menjadi daya tarik tersendiri karena hingga saat ini masih menyimpan mitos yang belum terkuak.

“Ikan dan kura-kura yang menghuni kolam tersebut merupakan jelmaan bidadari dan Senopati Kerajaan Gumenggeng yang dikutuk Dewa karena membuat kesalahan,” kata Siswihariadi, salah seorang Sesepuh Desa Rengel.

Mitos lainnya yang tak kalah menarik dari Gua Ngerong adalah adanya larangan bagi pengunjung untuk menangkap dan membawa pulang ikan maupun bulus yang bebas berkeliaran. Karena apabila masyarakat tidak mengindahkan larangan tersebut, diyakini akan mendapat celaka seusai pulang dari lokasi wisata yang berada di daerah pegunungan kapur tersebut.

Anehnya, meski sudah hidup puluhan tahun, ikan maupun kura-kura tersebut sampai kini masih hidup dan berkembang biak semakin banyak.

Selain itu, kedua binatang tersebut hanya memakan klenteng biji kapas, roti maupun ketela yang diberikan para pengunjung.

Sumber mata air yang keluar dari dalam gua selain sebagai daya tarik bagi wisatawan, juga dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari seperti memasak, mandi dan mencuci.

Gua Akbar merupakan salah satu objek wisata andalan Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Uniknya tidak seperti gua alam lain yang kebanyakan berlokasi di tempat yang terpencil, gua ini malahan berada tepat di bawah pasar rakyat.


Gua akbar tuban

http://www.pbase.com/archiaston/image/78989339http://hoesodoaliet.wordpress.com/2008/05/17/gua-akbar-antara-mistis-dan-religi/http://www.pbase.com/archiaston/image/78989340

http://hoesodoaliet.wordpress.com/2008/05/17/gua-akbar-antara-mistis-dan-religi/

Nama Akbar konon berasal dari nama sebuah pohon yang tumbuh didepan gua, yakni pohon Abar. Adanya pohon Abar, yaitu pohon yang hidup di dekat pintu masuk gua juga menyebabkan sejak dulu masyarakat setempat menyebutnya Gua Abar atau Ngabar. Kata “Akbar” itu kini dipergunakan Pemerintah Kabupaten Tuban sebagai slogannya untuk kabupatennya. Akbar adalah singkatan dari Aman, Kreatif, Bersih, Asri, dan Rapi. Namun ada juga yang mengatakan kebalikannya, akronim untuk kabupaten itu muncul terlebih dahulu, baru setelah mulai dipugar tahun 1996, gua itu diberi nama sama Gua Akbar.

Gua Akbar ini sarat akan cerita religius. Beberapa tempat di Gua Akbar dipercaya pernah menjadi tempat Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang bertapa. Diantaranya seperti ceruk yang diberi nama Pasepen Koro Sinandhi yang artinya tempat pintu yang dirahasiakan. Ceruk ini tampaknya sengaja dibuat sangat kecil pintunya sehingga untuk masuk harus merangkak atau sekurangnya membungkuk. Diyakini ini dimaksudkan bahwa di depan Tuhan semua harus merendahkan diri.

Terdapat pula sebuah ruangan yang cukup luas yang disebut Paseban Wali yang dipercaya dulunya digunakan oleh para walisongo untuk berkumpul. Paseban Wali jika dilihat secara seksama mirip dengan ruang pertemuan. Adanya lubang-lubang di langit-langit gua membuat cahaya matahari dapat masuk. Stalaktit dan stalagmit yang ada juga seakan menjadi hiasan ruangan. Ditambah dengan adanya batu-batu besar yang terletak di bagian depan ruang tersebut yang mirip sekali podium bagi pembicara.

Ada sebuah batu yang disebut Gamping Watu Nogo dipercaya sebagai tempat pertapaan Sunan Kalijogo. Di bawah batu itu terdapat kolam yang terkadang bergolak dan mengeluarkan asap, seakan ada naga di dalamnya. Gua ini memiliki sumber air alami yang diberi nama Kedung Tirta Agung. Anehnya menurut pemandu wisata disana, airnya baru sederas sekarang setelah tahun 1999, ketika Bupati mengadakan syukuran di dekat sumber mata air tersebut. Dengan menggunakan ayam hitam, di malam takbiran, air pun langsung mengucur deras. Hingga kini, air tersebut dipandang memiliki khasiat, baik untuk kesehatan maupun untuk kekuatan.

Masih banyak lorong yang belum dieksplorasi di Gua Akbar ini, karena ini Tuban sering digelari Kota Seribu Gua. Bahkan seperti salah satu lorongnya yaitu Lorong Hawan Samudra dipercaya berakhir di Pantai Utara Tuban. Menurut penelitian arkeologi, diperkirakan Gua Akbar sudah berusia lebih dari 20 juta tahun. Ditemukannya fosil binatang laut seperti kerang di batu-batu dan dinding gua, yang sampai sekarang dapat dilihat dengan mata telanjang, menguatkan posisi Gua Akbar sebagai gua fosil.

Gua Akbar setelah direnovasi pada tahun 1996 semakin memudahkan pengunjung untuk menikmati keindahannya. Jalur jalan didalam gua sudah dibuat paving block dengan pembatas pagar besi(sebagian diantaranya telah di krom) yang sengaja dipasang agar pengunjung tidak tersesat di dalam gua. Hanya cukup mengikuti jalur yang telah dibuat tersebut otomatis seluruh bagian gua bisa dinikmati.

Di dalam gua juga sudah dipasangi lampu-lampu warna-warni untuk membantu menunjukkan tekstur gua. Adanya sebuah kolam air tawar dengan ikan mas didalamnya memberikan nilai tambah tersendiri bagi pengunjung saat mengunjungi objek wisata ini. Benar-benar tujuan tepat untuk mengisi liburan Anda kali ini.


Kamis, 08 Oktober 2009

santri ponpes. sunan drajat





wisata tuban

pantai tubanJika kita dari Jakarta menuju ke Surabaya -Jawa Timur, dengan meniti jalan darat, tepatnya di jalur Pantura, maka kita akan melewati kota pesisir yang terletak di Jawa Timur, tepatnya 100 km sebelah barat Surabaya, yaitu Kota Tuban.

pabrik semen gresikKota kecil tersebut sekarang telah menjadi daerah Industri, ini di karenakan ada beberapa perusahaan besar yang beroperasi di sana, seperti, PT. Semen Gresik, PT. TPPI dan juga PT Holcim Indonesia. Sekilas, jika kita hanya melihat sambil jalan, tak banyak keistimewaan dari kota Tuban ini. Namun, sebenarnya Tuban memiliki beberapa objek wisata yang layak untuk di kunjungi. Menyusuri Pantura, tepatnya jika kita telah masuk kota Tuban, di Jalan Raya Semarang, kita akan mmasjid agung tubanenjumpai Terminal Terapung yang baru di bangun beberapa Tahun yang lalu. Sekitar 10-15 km dari Terminal tersebut, terdapat makam salah satu Wali Songo, penyebar Islam di pulau Jawa yang terkenal, yaitu Sunan Bonang. Pemakaman S unan Bonang ini, yang juga dijadikan objek wisata religi, terletak tepat di sebelah barat Kantor Pemda Kabupaten Tuban.di samping komplek pemakaman ini, terdapat masjid agung Tuban,salah satu ikon kota Tuban.

museum kambang putihDan beberapa meter dari sini, bagi anda yang tertarik dengan sejarah, anda bisa mengunjungi musium kambang putih. Di musium ini, terdapat batu besar yang disebut ” Batu Tiban“, yang konon dijatuhkan menjadi asal usul nama kota Tuban.

Di Tuban juga terdapat klenteng Kwan Sing Bio. Klenteng ini merupakan klenteng terbesar di kawasan Asia Tenggara, sehingga tak mengherankan jika pengunjungnya juga berasal dari kawasan Asia Tenggara. Klenteng ini juga memiliki kekhasan tersendiri. Jika kebanyakan klenteng memilih naga sebagai symbol, namun klenteng ini justru memilih kepiting sebagai simbolnya. Selain itu posisinya yang menghadap ke laut menjadikan daya tarik tersendiri.kwan sing bio

Kota yang memiliki lambang Kuda ini, juga berjuluk Kambang Putih, ini di karenakan Kota Tuban dikelilingi oleh bukit-bukit kapur, yang juga menjadi salah satu sumber penghasilan masyarakat Tuban. Selain itu, Kota Tuban juga terkenal sebagai Kota seribu Goa. Yang satu ini, memang tidak berlebihan, karena di Tuban terdapat banyak sekali goa-goa kecil maupun besar. Diantaranya yang dijadikan objek wisata dan di kelola dengan serius adalah Goa Akbar dan Goa Putri. Pintu Masuk Goa Akbar, terletak di Desa Gedungombo, atau di belakang Pasar Baru-Jalan Gajah Mada. Dinamakan Goa Akbar, karena goa ini memang begitu luas, dan konon , lorong-lorong di Goa ini, yang berjumlah ratusan bisa menghubungkan dengan goa-goa lain di Kota Tuban. Lalu, ada juga Goa Ngerong, yang terletak di Kecamatan Rengel, 30 km arah selatan Kota Tuban, tepatnya di Jl. Raya Tuban – Bojonegoro. Goa ini, dihuni oleh ribuan kelelawar. Selain itu, Goa ini juga terdapat aliran sungai , yang tidak pernah kering, meskipun sedang musim kemarau, dan dihuni banyak sekali ikan-ikan besar. Tapi jangan berharap anda bisa menangkap ikan-ikan tersebut, karena oleh penduduk setempat, di Sungai Ngerong ini ikan-ikan di keramatkan. Selain dua Goa diatas, ada juga Goa Puteri Asih, yang terletak di Kecamatan Singgahan, dinamakan begitu, karena kecantikan Goa ini, yang dihiasi stalaktit dan stalakmit yang masih hidup. Dan sekitar 2 km kearah barat dari lokasi goa ini, kita juga bisa menjumpai Goa Lowo, yang merupakan berkumpulnya kelelawar-kelelawar.

Dan jika anda adalah pecinta batik, anda bisa juga mengunjungi pusat Kerajinan Batik Tuban, yaitu Batik Gedog, yang ada di Kecamatan Kerek, sekitar 30 km kearah Barat. Dijamin, anda akan merasa puas, karena kualitas Batik Gedog, warna dan juga coraknya pantas di acungi jempol.


Lalu untuk anda yang menyukai wisata air, untuk menyegarkan pikiran, anda juga bisa mengunjungi air terjun Nglirip, yang terletak di Kecamatan Singgahan, 35 km arah barat daya Kota Tuban. Berkunjung ke air terjun ini, cukup bisa menghilangkan stress, dan istimewanya, di balik air terjun ini terdapat goa yang cukup luas. Berjalan ke arah timur, sekitar beberapa kilo meter, kita bisa menjumpai sumber air alam Kerawak yang mengalir dengan derasnya di tepian sungai. Jika anda ingin berenang, sambil melihat monyet-monyet, anda bisa pergi ke pemandian Bektiharjo, sekitar 15 km ke arah selatan dari Pemakaman Sunan Bonang. Di pemandian ini, anda bisa memilih untuk berenang di kolam buatan, atau juga menikmati segarnya berenang di sumber air sungai langsung.

asal usul nama kota saya "TUBAN"

Raden patah adalah putra raja majapahit. Oleh ayahnya diberi hutan Glagahwangi agar di buka dan dijadikan kadipaten dan di beri nama kadipaten Demak Bimantara. Demak semakin besar banyak kadipaten yg sebelumnya masuk wilayah majapahit bergabung dengan demak. Raden patah juga mendapat dukungan dari para wali penyebar agama islam di jawa. Sehingga demak menjadi semakin kuat dan besar, sehingga menjadi sebuah kerajaan.

Pada suatu ketika raden patah mendengar bahwa kerajaan majapahit diserang Giriwardhana dari kerajaan daha. Ayah raden patah yg menjadi raja majapahit melarikan diri tak tentu rimbanya. Timbulah kemarahan Raden Patah untuk menyerang kerajaan Daha yg telah menduduki majapahit. Serangan Raden Patah segera di lakukan dengan mendapat dukungan dari para wali makan dengan mudah mengalakan Raja Giriwardhana.

Raden Patah mengumpulkan semua benda berharga dan benda keramat yg ada di majapahit untuk di bawa ke Demak. Semua benda sudah di kemas dan di masukan ke dalam kereta untuk dibawa ke Demak. Tinggal 2 batu besar yg akan di bawa ke demak, maka Raden patah bertanya ke prajuritnya "Aku ingin membawa dua batu ini juga, coba siapa yang mampu membawa dua batu ini ?? Maaf Raden tentu tidak ada yang sanggup membawa dua batu itu ke demak, perjalanan ke demak begitu jauh, kata para wali. Biarlah kami para Wali meminta bantuan ke pada 2 burung bangau.

Maaf burung bangau!! kami butuh bantuanmu untuk membawa dua batu ini ke demak. Kuharap kalian ikhlas membantu kami. Tuhan tentu akan mencatat amal perbuatan kalian, kata sang Wali. Sang Wali pun menyuruh para prajurit meletakan dua batu di atas punggung burung bangau. Kedua burung itu segera terbang ke arah Demak Bintara.

Tibalah kedua burung ini di atas tanah lapang. Banyak penggembala yg sedang menggembalakan ternak. Para penggembala melihat kedua burung Bangau itu membawa batu di punggung masing masing. "hei lihat itu diatas!! ada dua ekor burung bangau yang aneh". "Benar terbangnya sangat lambat seperti jalanya kura kura saja" Kata penggembala yang lain.

Kedua bangau marah, dan segera mengepakan sayapnya lebih cepat. Hasilnya bukan tambah cepat tapi kedua sayapnya semakin lelah. Kedua bangau itu Hampir meluncur jatuh karena kelelahan. Akhirnya Kedua bangau itu menjatuhkan kedua batu yg ada di punggungnya agar mereka tidak meluncur jatuh. Saat kedua batu itu jatuh, para gembala berteriak "Watu Tiban (batu jatuh)! Watu Tiban". Teriakan para penggembala itu didengar banyak orang, sehingga peristiwa tersebut tersebar kemana mana dan menjadi pembicaraan banyak orang. Watu Tiban pun di singkat menjadi tu-ban, dan akhirnya daerah tersebut dinamakan TUBAN.

Dua batu yag menjadi legenda itu masih ada. di batu itu tertuliskan tahun 1400 saka, dan masih di simpan di halaman museum kambang putih tidak jauh dari Alun-Alun kota Tuban dan makam Sunan Bonang.

majalah misykat pondok pesantren sunan drajat

Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan; Penggabungan Duniawi dan Ukhrawi

Dari Pesantren ke Pesantren
28/02/2009

Sekitar abad XV dan XVI Masehi, Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan, oleh Sunan Drajat yang bernama kecil Raden Syari¬fuddin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah, beliau mendirikan pesantren Dalem Duwur.
Sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal sosiawan sangat memperha¬tikan nasib kaum fakir miskin. Beliau terle¬bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial sebelum memberikan pemahaman tentang ajaran Islam.
Sebagai penghargaan atas keberha¬silannya menyebarkan agama Islam dan usaha menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, Sunan Drajat memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Fatah Sultan Demak I pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.
Bagi yang pernah ziarah ke makam waliyullah ini, makam yang dapat ditempuh dari Surabaya maupun Tuban lewat Jalan Dandeles (Anyer-Panarukan), namun bila lewat Lamongan dapat ditempuh 30 menit dengan kendaran pribadi, tentu melihat ajaran Sunan Drajat mengenai pengentasan kemiskinan yang terabadikan dalam sap tangga-tangga komplek Makam Sunan Drajat.
Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut; 1) Memangun resep teyasing Sasomo (Kita selalu membuat senang hati orang lain), 2) Jroning suko kudu eling Ian waspodo (Didalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada), 3) Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (Dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan), 4) Meper Hardaning Pancadriya (Kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu), 5) Heneng - Hening - Henung (Dalam keadaan diam kita akan mem¬peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita-cita luhur), 6) Mulyo guno Panca Waktu (Suatu kebahagiaan lahir bathin hanya bisa kita capai dengan sholat lima waktu), 7) Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya¬rakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita).
Sepeninggal Kanjeng Sunan Drajat, tongkat estafet perjuangan diteruskan oleh anak cucunya. Namun seiring bertambahnya waktu, pamor pesantren Sunan Drajatpun memudar dan akhirnya hilang ditelan masa.
Adalah Abdul Ghafur, pria kelahiran Banjaranyar Paciran Lamongan enam puluh tahun yang lalu, tepatnya 12 Pebruari 1949. Selepas menimba ilmu agama (tahun 1965-1975) di beberapa pondok pesantren, mulai dari Pesantren Kramat, Sidogiri, Sarang, Lirboyo, Tretek dan juga Raudlatul Quran, beliau dengan semangat gigih bercita-cita meneruskan perjuangan Sunan Drajat di Banjaranyar.
Melalui pendekatan seni, beliau mengajak agar masyarakat mau kembali menegakkan syariat Islam, lebih-lebih pendekatan pada para pemuda. Waktu itu, beliau mendirikan club sepak bola, grup musik, serta perguruan ilmu beladiri yang diberi nama GASPI (Gabungan Silat Pemuda Islam).
Setiap selesai belajar pencak silat, beliau selalu menyelipkan pengajian dan pengarahan-pengarahan tentang ajaran Islam. Dan ketika latihan serta pengajian selesai, anggota GASPI diajak untuk mengambil pasir dari laut, guna keperluan pembangunan pondok pesantren Sunan Drajat. Pasalnya, waktu itu perjuangan Abdul Ghafur sudah mencapai usia sepuluh tahun, dan selama itu pula, beliau tidak mempunyai tempat pengajaran milik sendiri, masih menumpang di tempat warga. Setelah beberapa tahun, akhirnya berjuangan K.H. Abdul Ghafur menuai hasil. Kini, pesantren Sunan Drajat dihuni lebih dari 6000 santri putra dan putri dari berbagai daerah Indonesia dan telah memiliki bermacam-macam fasilitas.

Sistem Pendidikan Dan Pengajaran Pondok Pesantren Sunan Drajat
Sesuai dengan namanya, pesantren yang memiliki masjid megah ini bertali-temali dengan sejarah masa lalu perkembangan Islam. Utamanya wilayah sekitar Gresik dan Lamongan. Pesantren ini memiliki ikatan historis, psikologis dan filosofis yang sangat lekat dengan Kanjeng Sunan Drajat. Sehingga pengajaranpun tidak jauh dari apa yang dipakai oleh para walisongo.
Seiring dengan perkembangan zaman yang terus berubah dan melihat perkembangan masyarakat yang kian majemuk, sistem pendidikan dan pola pengajaran yang diterapkan oleh pondok pesantren Sunan Drajat pada khususnya, mengalami pergeseran pola dan metode secara dinamis. Pada rintisan awalnya, sekitar tahun 1977, sistem pendidikan dan pola pengajaran kitab di Pondok Sunan Drajat amat kental, diwarnai oleh dua macam metode pesantren salaf; bandongan dan sorogan.
Namun, pada perkembangan selanjutnya, Pondok Sunan Drajat menganggap perlu, bahkan harus berbenah diri dan merubah sistem pendidikan serta pola pengajarannya, sebagai respon atas berbagai perubahan akibat laju perkembangan jaman. Dengan prinsip dasar mempertahankan tradisi lama yang baik serta masih relevan dan mengambil tradisi baru yang lebih baik, Pesantren Sunan Drajat melakukan reorientasi (peninjauan kembali wawasannya guna menentukan sikap) dengan memasukkan tambahan kurikulum pelajaran umum dan sistem pendidikan formal.
Dengan prinsip tersebut, Pesantren Sunan Drajat mencoba menggabungkan antara kebutuhan dunia dan kepentingan akhirat. Dengan tetap menjada tradisi salaf, bandongan, sorogan, serta upaya pengembangan Madrasah Diniyah, Mu’allimin Mu’allimat, juga Musyawwirin khusus santri senior). Di tanah seluas lebih dari 14 ha, kini pesantren itu berdiri megah. Berbagai jenjang pendidikan formalpun didirikan, mulai dari Taman Kanak-Kanak, Madrasah Ibtidaiyah, SLTP, SMK dengan berbagai jurusan serta Universitas Islam. Tidak hanya itu, pesantren yang berakar kuat dari kearifan budaya lokal ini membekali wawasan, keterampilan dan penguasaan teknologi kepada para santrinya.
Pondok Sunan Drajat mengajarkan ke-NU-an yang fanatik, sehingga menjadikan kurikulum yang ada didalam pendidikan formalnya menjadi unik. Mulai dari libur pada hari Jum’at, sampai kewajiban menghafal ritual-ritual NU, contohnya tahlil. Pesantren ini mewajibkan hafalan tahlil bagi pelajar tingkat SMP sebagai syarat mengikuti semester, padahal, banyak sekali siswa-siswi sekolah yang tidak tercatat sebagai santri Pondok Sunan Drajat (masyarakat sekitar yang hanya mengikuti kegiatan formal saja).

Sarana dan Sumber Pembiayaan
Sarana dan prasarana yang dimiliki Pondok Sunan Drajat hampir terbilang lengkap. Mulai dari gedung sekolah bertingkat, masjid (untuk santri putra) mushalla (untuk santri putri), balai pengobatan, perpustakaan, asrama putra dan putri, asrama guru, kantor agrobisnis, kantor lembaga pengembangan bahasa asing, kantor pelayanan administrasi dan keuangan, lab komputer, lab bahasa, ruang theater, ruang multimedia, MCK, koperasi dan dapur umum. Untuk sarana olahraga pesantren ini memiliki lapangan bola volly, bulu tangkis, basket, footshall, juga lapangan untuk upacara.
Untuk membiayai pembangunan pondok yang pada 19-21 Januari ’09 lalu menjadi tuan rumah bahtsul masail santriwati se Jawa Timur, lembaga ini lebih banyak mengandalkan dari unit usaha. Para santri hanya dikenai biaya syahriah (SPP Pondok) sebesar empat puluh ribu rupiah (tanpa makan), sedang bila menghendaki makan, para santri harus mengeluarkan seratus empat puluh ribu rupiah setiap bulannya.
Sedang bagi santri yang mengikuti kegiatan formal, mereka harus mengeluarkan biaya lebih. Untuk SPP Madrasah Mu’allimin Mu’allimat (setingkat SLTA) sebesar empat puluh lima ribu rupiah, lima puluh ribu rupiah untuk SPP SMK, untuk tingkat Aliyah sebesar empat puluh lima ribu rupiah, sedang bagi para santri yang masih ditingkat Madrasah Tsanawiyah, mereka tidak dikenai pungutan lebih, karena mendapatkan bantuan dari pemerintah lewat program BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
Pembangunan pesantren semi salaf ini memakan biaya 150 miliar rupiah, sebuah angka yang tidak sedikit. Namun, jumlah sebanyak itu dikeluarkan dengan tanpa bantuan masyarakat, karena memang pesantren ini memiliki banyak usaha.
Sampai saat ini usaha yang dikelolanya telah mencapai lebih dari sepuluh jenis. Diantaranya; 1) Penanaman mengkudu di tanah seluas 10 ha, 2) Pengembangan jus mengkudu berlabel ‘Sunan’, 3) Pembuatan pupuk majmuk dengan label ‘Guano Phospat’, 4) Pembuatan makanan ternak dan pakan ikan, 5) Pembuatan kemasan air mineral merek ‘Quadrat’, 6) Peternakan bebek pedaging, 7) Penggemukan sapi dan kambing, 8) Kerajinan limbah kulit, 9) Pembuatan madu asma dengan tawon bunga, 10) Membuat minyak kayu putih ‘Bintang Kobra’, 11) Radio dakwah ‘Persada 97,2 FM’, 12) Mendirikan SMESCO Mart, 13) Koperasi dan 14) Baitul mal wa tanwil (BMT) Sunan Drajat. Semua usaha itu dikelola oleh pihak pondok dengan bantuan lembaga yang berkompeten.
Boleh dikata perkembangan Pondok Pesantren Sunan Drajat sangatlah pesat, dalam waktu yang kurang dari empat puluh tahun, sudah mampu meningkatkan berbagai hal. Banyak orang kampung sekitar berkomentar, bahwa kepesatan perkembangan pesantren itu merupakan buah dari pengamalan ilmu dan wasiatnya Kanjeng Sunan Drajat.

majalah misykat pondok pesantren sunan drajat

santri sunan drajat





Selasa, 06 Oktober 2009

PONDOK SUNAN DRAJAT

BIOGRAFI

{pondok pesanteren sunan drajat
}

yang sekarang ini di asuh oleh "PROF.DR.KH.ABDUL GHOFUR"yang tersohor sampai manca negara


1. ASAL USUL
Nama asli Sunan Drajad adalah Raden Qosim, beliau putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati dan merupakan adik dari Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang. Raden Qosim yang sudah mewarisi ilmu dari ayahnya kemudian di perintah untuk berdawah di sebelah barat Gresik yaitu daerah kosong dari ulama besar antara Tuban dan Gresik.

Raden mulai perjalanannya dengan naik perahu dari Gresik sesudah singgah di tempat Sunan Giri. Dalam perjalanan ke arah barat itu perahu beliau tiba-tiba di hantam oleh ombak yang besar sehingga menabrak karang dan hancur. Hampir saja Raden Qosim kehilangan jiwa, tapi bila Tuhan belum menentukan ajal seseorang bagaimanapun hebatnya kecelakaan pasti dia akan selamat, demikian pula halnya dengan Raden Qosim. Secara kebetulan seekor ikan besar yaitu ikan talang datang kepadanya. Dengan menunggang punggung ikan tersebut Raden Qosim dapat selamat hingga ke tepi pantai.

Raden Qosim sangat bersyukur dapat lolos dari musibah itu. Beliau juga berterima kasih kepada ikan talang yang dengan lantarannya dia selamat. Untuk itu beliau telah berpesan kepada anak turunannya agar jangan sampai makan daging ikan talang. Bila pesan ini dilanggar akan mengakibatkan bencana, yaitu ditimpa penyakit yang tiada obatnya lagi.

Ikan talang itu membawa Raden Qosim hingga ke tepi pantai yang termasuk wilayah desa jelag ( sekarang termasuk wilayah desa Banjarwati ), kecamatan Paciran. Di tempat itu Raden Qosim disambut masyarakat setempat dengan antusias, lebih-lebih setelah mereka tahu bahwa Raden Qosim adalah putra Sunan Ampel seorang Wali besar dan masih terhitung kerabat keraton Majapahit.

Di desa Jelag itu Raden Qosim mendirikan pesantren. Karena caranya menyiarkan agama Islam yang unik maka banyaklah orang yang datang berguru kepadanya. Setelah menetap satu tahun di desa Jelag, Raden Qosim mendapat ilham supaya menuju ke arah selatan, kira-kira berjarak 1 kilo meter, disana beliau mendirikan surau langgar untuk berdakwah. Tiga tahun kemudian secara mantap beliau mendapat petunjuk agar membangun tempat berdakwah yang strategis yaitu ditempat ketinggian yang disebut Dalem Duwur.

Di bukit yang disebut Dalem Duhur itulah yang sekarang dibangun Museum Sunan Drajad, adapun makam Sunan Drajad terletak di sebelah barat Museum tersebut.

Raden Qosim adalah pendukung aliran putih yang dipimpin oleh Sunan Giri. Artinya, dalam berdakwah menyebarkan agama Islam, beliau menganut jalan lurus, jalan yang tidak berliku-liku. Agama harus diamalkan dengan lurus dan benar sesuai dengan ajaran Nabi. Tidak boleh dicampur baur dengan adat dan kepercayaan lama.

Meski demikian beliau juga mempergunakan kesenian rakyat sebagai alat dakwah. Di dalam museum yang terletak di sebelah timur makamya terdapat seperangkat bekas gamelan Jawa, hal itu menunjukkan betapa tinggi penghargaan Sunan Drajad kepada kesenian Jawa.

2. AJARAN SUNAN DRAJAD YANG TERKENAL
Diantara ajaran beliau yang terkenal adalah sebagai berikut :

Menehono teken marang wong wuto

Menehono mangan marang wong kan luwe

Menehono busono marang wong kang mudo

Menehono ngiyub marang wong kang kudanan

Artinya kurang lebih demikian :

Berilah tongkat kepada orang buta

Berilah makan kepada orang yang kelaparan

Berilah pakaian kepada orang yang telanjang

Berilah tempat berteduh kepada orang yang kehujanan.

Adapun maksudnya adalah sebagai berikut :

Berilah petunjuk kepada orang bodoh ( buta )

Sejahterakanlah kehidupan rakyat yang miskin ( kurang makan )

Ajarkanlah budi pekerti ( etika ) kepada orang yang tidak tahu malu

atau belum punya beradaban tinggi.

Berilah perlindungan kepada orang-orang yang menderita atau ditimpa bencana.

Ajarannya ini sangat supel, siapapun dapat mengamalkan sesuai dengan tingkat dan kemampuan masing-masing. Bahkan pemeluk agama lainpun tidak berkeberatan untuk mengamalkannya. Di samping terkenal sebagai seorang Wali yang berjiwa dermawan dan social, beliau juga dikenal sebagai anggota Wali Songo yang turut serta mendukung dinasti Demak dan ikut pula mendirikan Masjid Demak. Simbol kebesaran ummat Islam pada waktu itu. Di bidang kesenian, disamping terkenal sebagai ahli ukir, beliau juga pertama kali yang menciptakan Gending Pangkur.Hingga sekarang gending tersebut masih disukai rakyat Jawa.

Sunan Drajad, demikian gelar Raden Qosim, diberikan kepadanya karena beliau bertempat tinggal di sebuah bukit yang tinggi, seakan melambangkan tingkat ilmunya yang tinggi, yaitu tingkat atau derajat para ulamamuqarrobin. Ulama yang dekat dengan Allah SWT.

Beliau wafat dan dimakamkan di desa Drajad, kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Tak jauh dari makam beliau telah dibangun Museum yang menyimpan beberapa peninggalan di jaman Wali Sanga. Khususnya peninggalan beliau di bidang kesenian.