Kamis, 15 Oktober 2009

kumpulan puisi


Kisah Sebuah Hati

Ketika sebongkah es membungkus jantung
Sebutir bintang memancarkan sinar
Mengalirkan panas
Mencairkan hati yang sekian lama beku
Menghidupkan jiwa yang sekian lama mati

Nyala bintang semakin terang
Pintu hati tlah dibuka
Ajak bintang menari di angkasa
Awan langitpun terusir
Kilau hati dan bintang kian mempesona

Tibalah kini di ujung pagi
Bintangpun harus pergi
meninggalkan hati
Haruskah hati mati dan membeku lagi .........


WAHAI

hai ... apa kabar?
itu yang sering kusapakan
pada matahari ketika datang

hai... hari ini kabarmu bagaimana?
kuucap di menjelang senja

hai... kamu kemana saja?
kemanapun kamu melangkah
sungguh!
aku peduli

hai...
cuma basa basi

hai...
aku peduli

hai...
kenapa kau tidak?

cikini-depok

SAYAP-SAYAP PATAH

seperti sayap-sayap yang patah
di keheningan sebuah senja
lalu sayap-sayap meninggalkan peraduan
bersama menutup malam
ada sayap yang benar-benar patah
dibalik terali

Rubon (Rumah Kebon) Pak Arman

menyusuri tepi danau
aku seakan sampai pada keheningan
di antara hutan beton dan akasia
terhampar tanpa batas

sedikit berjalan,
kebon kacang dan singkong
lidah buaya menjulur-julur
jangkrik dan beberapa ayam hutan menyambung hidup

rumahnya menyendiri
cat putih, bersih dan elegan
kokoh tapi sederhana
berdiri mengangkangi sungai tanpa tepi

aku datang lagi
tanpa kemewahan dan keangkuhan
segelas teh, sepiring singkong rebus
ia hanya ingin sisa umurnya
seperti elang yang hinggap tadi pagi

kemudian dinginnya malam
menggelitik ingatanku
ada rasa yang sederhana
dan apa adanya

BONEKA

diantara gemulai gadis ber-rok mini
dan insyafku wanitaku
terbungkus dan sederhana

demo tak juga bubar
lukisan yang tak pernah selesai
kata-kata yang tak terkatakan
dan gerak terbaca bila sadar
wanitaku...

wanitaku bonekaku
teman mengentas sarapan pagi
menghantar sepi merambat dalam mimpi
seperti itik pulang senja

wanitaku.. aku bonekamu
membuka dan mendengar telingaku
tanpa sadar aku muak dan hilang
diri...

ahh....
aku ereksi disini
aku ejakulasi hati

wanitaku...
aaa...

aku tanpamu tanya

DI MANAKAH RINDU ?

Sejalan waktu yang kian lalu..
kugapai rindu,
kutunggu selalu… email yang kau janji dulu..
kadang kuharus berebut dengan sang waktu…
tatkala rindu tak terbendung; modemku juga enggan berkompromi
dengan diriku…
dimanakah dirimu..??
kugapai sepi … kunikmati dingin ini sendiri… bersama seonggok rindu
yang menghiburku dengan mimpi..
dimanakah kamu?
Komputer kasihku hiburkan diriku..lumatkan sepi ini dengan game..
kala rindu menggapai kugadaikan dia pada sang waktu..
modemku memberi sinyal tanda sudah tersambung; sayang… dirimu tak kunjung hadir .
pudar mapat jera… beralas kaki berselimut dingin..
beralas rindu…
diriku kering… diatas rindu yang membalutku..
dan bergelut dengan mimpi…
memberiku lebih berarti..
dimanakah dirimu kini…?
yang kutahu… teknologi telah mematahkan semangat merayakan tubuh
tapi menghantarkan roh-roh rindu lewat modem..
aku bahkan tak peduli engkau dimana…
yang penting memberiku segenggam air dan secangkir rindu
kureguk hening kumampatkan sepi…. Kunikmati lagi sang rindu…
memberi bara pada cinta kita..
engkau di antartika, diriku di katulistiwa…itu tak berarti kini..
asal modem dan komputerku menemaniku di sini bersama sang rindu..
dimanakah dirimu?
Aku tak peduli.
Dimanakah rindu?
Itu yang harus ada, agar cinta tetap terjaga



Puisi hujan dan kamu


tik!tik!tik!
air hujan belum juga berhenti menjatuhi tubuhku dengan jarum-jarumnya
yang bening. basah. dingin.
dan bulir-bulirnya mengalir di seluruh sudut mukaku.
tiba-tiba aku jadi ingat kamu. yang tak pernah berhenti menghujaniku
dengan ciuman kecilmu. hangat. indah.

ciplak!ciplak!
sepasang kaki kecil berlari di depanku. tanpa disengaja air percikannya mengotori separuh gaunku.
gaun putihku.
sama putihnya dengan rasa rindu yang ada di hatiku saat ini.
aku jadi ingat kamu lagi. yang tak pernah puas memercikkan rindu-rindu
di dalam jiwaku. manis. megah.

hening.
kutelusuri hari-hari ini sendirian. menguak kerumunan tawa di depan mata. membelah kumpulan bahagia sekelompok anak-anak kecil yang berlarian
di tengah hujan. seakan tak ingat pesan ibunda yang melarang dirinya bermain
di bawah siraman air hujan. yang ada cuma tawa riang penuh kemenangan. ada luka di kaki dan tangan. tapi mereka tak acuh, tak pedulikan apa-apa.
ah, aku jadi ingat bekas lukamu di kaki dan tangan. yang bisa membawa cerita untuk dikenang. nanti. suatu saat nanti.

ada tempat berteduh di ujung sana.
setengah berlari aku mendekat.
duduk beralaskan plastik setengah kering. kuambil kertas dan pena
dari saku yang mulai terasa basah.
ah, lagi-lagi aku ingat kamu. dan ingin menulis tentang kamu.
semuanya tentang kamu.


..........karena memang cuma kamu yang ada dalam otakku.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar